Mendekati
pemilihan umum yang semakin dekat membuat banyak pihak menunggu dengan
perasaan was-was. Perasaan was-was mereka disebabkan kekhawatiran pemilu
tahun ini angka golput akan semakin tinggi. Fenomena golput ini terus
mengalami trend yang mengkhawatirkan, dituunjukkan dengan banyak
pemilukada yang angka golputnya mencapai 40 persen lebih. Bahkan di
beberapa daerah angka golput lebih tinggi dari pada angka
partisipasinya.
Dapat dibayangkan jika pemilu tahun ini angka golput semakin tinggi, maka harapan untuk memperbaiki Indonesia menjadi lebih baik, justru mencerminkan kondisi masyarakat Indonesia yang semakin pesimis terhadap politik. Apalagi Indonesia menganut voluntary participation, sehingga pemerintah tidak bisa memaksa masyarakat untuk memilih atau tidak karena sifatnya yang sukarela.
Dapat dibayangkan jika pemilu tahun ini angka golput semakin tinggi, maka harapan untuk memperbaiki Indonesia menjadi lebih baik, justru mencerminkan kondisi masyarakat Indonesia yang semakin pesimis terhadap politik. Apalagi Indonesia menganut voluntary participation, sehingga pemerintah tidak bisa memaksa masyarakat untuk memilih atau tidak karena sifatnya yang sukarela.
Tapi
hal yang sebenarnya sangat dikhawatirkan jika golput pada pemilu tahun
ini semakin tinggi adalah legitimasi calon-calon yang terpilih. Maka
dari itu dapat kita lihat saat ini KPU gencar sekali melakukan
pendekatan-pendekatan kepada pemilih khususnya pemilih muda dan pemula,
agar angka golput tidak semakin tinggi. Walaupun dari sisi teknis
sebenarnya berapapun perolehan suara yang didapat seorang calon tidak
mengurangi legitimasi calon tersebut. Namun legitimasi politik calon
terpilih tersebut menjadi lemah, apalagi jika jumlah golput atau yang
tidak memilih hampir atau lebih dari separuh jumlah peserta pemilu. Maka
disitulah legitimasi politik calon terpilih tersebut menjadi rendah,
sebab suara yang diperoleh tidak mewakili seluruh suara peserta pemilu.
Ketika
calon yang terpilih memiliki legitimasi politik yang rendah, dan
ternyata saat menjabat dia melakukan kejahatan-kejahatan seperti korupsi
atau tidak melaksanakan janjinya saat kampanye. Maka kita masyarakat
yang saat pemilu tidak memilih atau golput, sebenarnya jika dipikir
secara logika kita tidak mempunyai hak untuk memprotes calon terpilih
tersebut. Karena kita sudah diberikan peluang oleh pemerintah untuk
menyalurkan hak memilih kita saat pemilu, namun tidak kita gunakan untuk
memilih pemimpin yang baik. Sehingga jangan salahkan calon terpilih
jika pada masa baktinya ternyata justru melakukan kejahatan. Sebab kita
telah menyia-nyiakan kesempatan memperbaiki kehidupan kita saat pemilu
dengan tidak memilih calon yang baik. Mungkin bisa saja sebenarnya ada
calon yang lebih baik terpilih saat kita menggunakan hak pilih kita,
tapi karena kita tidak menggunakannya, maka calon yang tidak baiklah
yang terpilh dan itu menjadi konsekuensi kita sebagai pemilih yang tidak
memilih.
Tapi yang terjadi saat ini adalah penyangkalan terjadi pada sebagian besar orang yang tidak memilih saat pemilu. Mereka menggunakan kenyataan yang terjadi bahwa tidak terjadi perubahan apapun setiap kali selesai pemilu, sehingga mereka melakukan pembenaran atas tindakan mereka dulu yang tidak memilih saat pemilu, atau golput saat pemilu. Itulah karakteristik manusia, selalu melakukan penyangkalan terhadap kenyataan yang terjadi dan melakukan pembenaran atas tindakannya karena kenyataan yang terjadi tidak sesuai harapan. Jadi selain faktor seringnya pemilu yang dirasakan oleh masyarakat, faktor karakteristik manusia yang selalu melakukan penyangkalan dan pembenaran atas tindakan merekalah angka golput bisa semakin tinggi.
Tidak
salah memang jika sekarang ini terjadi kejenuhan pemilu di masyarakat
kita, sebab yang terjadi saat ini adalah pemilu khususnya pemilukada
terjadi pada waktu yang hampir berdekatan antar satu daerah dengan
daerah lainnya. Masyarakat kita semakin lama semakin muak dengan
banyaknya pemilu yang calon-calonnya menawarkan janji-janji manis, tapi
tidak pernah menjadi kenyataan. Pemilu yang terjadi berulang kali
membuat harapan masyarakat yang mulanya tinggi mengharapkan perubahan,
kian lama kian pudar. Lalu seperti inilah yang terjadi pada masyarakat
kita sekarang ini, rasa pesimis akan terjadinya perubahan melalui
pemilu.
Kejenuhan
masyarakat terhadap pemilu ini bisa disebut sebagai kejenuhan demokrasi
yang terjadi di Indonesia. Kejenuhan demokrasi ini terjadi saat dimana
sering terjadi pemilu namun terjadi defisit demokrasi. Defisit demokrasi
itu sendiri terjadi ketika harapan masyarakat yang tinggi terhadap
pemilu namun indikator-indikator ekonomi sosial dan budaya tidak
tercapai setelah pemilu. Mudahnya adalah, defisit demokrasi terjadi
karena seringnya diadakan pemilu namun harapan-harapan masyarakat tidak
pernah tercapai setiap setelah selesai pemilu. Sehingga terjadilah
kejenuhan demokrasi.
Hal
inilah yang saat ini melanda Indonesia, rasa jenuh yang dirasakan
masyarakat terhadap pemilu yang tidak merubah hidup mereka. Akhirnya
masyarakat memilih untuk tidak memilih pada pemilu-pemilu yang akan
datang. Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan terjadinya golput,
antara lain adalah masalah teknis, ideologi, dan politik. Golput
sebenarnya tidak masalah jika yang terjadi adalah golput ideologi dan
politik, sebab golput karena faktor ideologi dan politik menunjukkan
tingkat pemahaman politik masyarakat yang baik. Namun yang banyak
terjadi di Indonesia adalah golput teknis, tak perlu diragukan banyak
masyarakat Indonesia yang bekerja merantau keluar dari daerahnya. Saat
pemilu terjadi mereka tidak mungkin ijin pulang hanya untuk memilih satu
hari, selain akan memakan biaya juga akan memakan tenaga mereka.
sehingga cukup banyak mayarakat yang tidak memilih hanya karena sedang
berada di perantauan.
Fenomena
ini sebenarnya sudah diantisipasi oleh KPU dengan memperbolehkan
masyarakat memilih di bukan tempat asalnya. Hal itu dapat dilakukan
dengan mengurus
surat kepindahan TPS di TPS daerah asal agar bisa memilih di TPS daerah
masyarakat itu bekerja. Peluang untuk tetap memilih telah diberikan,
namun banyak masyarakat yang masih belum tahu jika hal tersebut dapat
dilakukan. Selain kekurang tahuan masyarakat tentang hal itu, faktor
malasnya masyarakat mengurus surat kepindahan TPS juga menjadi sebab,
mengapa sebagian masyarakat perantau tidak memilih saat pemilu.
Kurangnya sosialisasi dari KPU membuat golput teknis mau tidak mau tetap
ada sampai saat ini.
Ada
sebuah solusi golput yang menurut saya mungkin akan efektif, Indonesia
sebagai negara dengan populasi muslim terbesar dan sebagian besar
masyarakat Indonesia masih sangat menghormati dan mempraktekkan
nilai-nilai spritiualitas. Maka ajakan untuk memilih dapat disandingkan
dalam kegiatan-kegiatan agama, atau dicarikan dalil-dalil agama untuk
memperkuat pentingnya memilih dalam pemilu. Sebagai contoh misalnya,
dalam Alqur’an Allah SWT berfirman bahwa:
“Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri
yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” QS 13:11.
Dari
ayat tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa, jika masyarakat suatu
kaum tidak melakukan apapun untuk berubah lebih baik, maka Allah tidak
akan mengubahnya. Jika masyarakat Indonesia tidak berpartisipasi dalam
pemilu itu artinya tidak berusaha mengubah nasib menjadi lebih baik,
karena kita tidak berusaha merubah kondisi saat ini dengan memilih
calon-calon yang berkualitas dalam pemilu. Sebab jika pemilu
dihubungkan dengan ayat diatas maka, pemilu sekarang ini adalah alat
masyarakat/kaum melakukan perubahan nasib untuk menjadi lebih baik.
Maka
dari itu, sebagai warga negara Indonesia yang mengharapkan perubahan
lebih baik di Indonesia, marilah kita gunakan hak pilih kita saat pemilu
legislatif 9 April besok dan pemilu presiden setelah pemilu legislatif.
Gunakan hak pilih kita untuk memilih wakil kita yang mampu
memperjuangkan kepentingan masyarakat, kepentingan Indonesia yang lebih
baik. Jika akhirnya tetap tidak akan memilih maka janganlah protes dan
mengeluh saat calon yang terpilih ternyata tidak melakukan tugasnya
dengan baik. Walaupun Indonesia menganut sistem sukarela, kita sebagai
masyarakat sebaiknya tetap aktif dan sadar bahwa partisipasi kita dalam
pemilu sangat berati. Kemana Indonesia akan dibawa menjadi tanggung
jawab kita sebagai pemilik suara, maka mari kita gunakan hak pilih kita
dengan bijak untuk Indonesia yang lebih baik.
YOUR VOTE... OUR FUTURE
Tidak ada komentar
Posting Komentar