Pertumbuhan
ekonomi dan penduduk yang terjadi di Kendal saat ini membuat kebutuhan
akan lahan menjadi meningkat. Tak hanya kebutuhan lahan bagi masyarakat
biasa, kebutuhan lahan bagi pemerintah daerah untuk pembangunan
infrastruktur daerah pun turut meningkat.
Terlebih infrastruktur SKPD di Kabupaten Kendal yang saat ini beberapa diantaranya masih menempati gedung milik provinsi, akibatnya memaksa Pemerintah Kendal membangun Rumah dinas bupati baru. Dengan dibangunnya rumah dinas bupati yang baru maka, rumah dinas Bupati yang lama akan digunakan sebagai kantor baru bagi SKPD yang belum memiliki kantor sendiri. Pembangunan ini dilakukan guna penghematan anggaran pemerintah Kendal dalam jangka panjang, karena tidak perlu mengeluarkan anggaran sewa setiap tahun dan menambah daftar aset yang dimiliki pemerintah Kabupaten Kendal.[1]
Terlebih infrastruktur SKPD di Kabupaten Kendal yang saat ini beberapa diantaranya masih menempati gedung milik provinsi, akibatnya memaksa Pemerintah Kendal membangun Rumah dinas bupati baru. Dengan dibangunnya rumah dinas bupati yang baru maka, rumah dinas Bupati yang lama akan digunakan sebagai kantor baru bagi SKPD yang belum memiliki kantor sendiri. Pembangunan ini dilakukan guna penghematan anggaran pemerintah Kendal dalam jangka panjang, karena tidak perlu mengeluarkan anggaran sewa setiap tahun dan menambah daftar aset yang dimiliki pemerintah Kabupaten Kendal.[1]
Pembangunan
rumah dinas baru bagi bupati ini bertujuan untuk memudahkan koordinasi
antar instansi. Nantinya bukan hanya akan dibangun rumah dinas bupati
saja, tetapi juga rumah dinas muspida yang saat ini masih
terpisah-pisah. ''Jika berada dalam satu lingkungan, tentu lebih
mempermudah koordinasi antar muspida,'' kata Widya Kandi.[2]
Selain itu dengan letak kantor antar instansi yang dekat akan menghemat
BBM yang dikeluarkan, jika selama ini untuk kordinasi beberapa instansi
mengharuskan menggunakan beberapa mobil, maka kedepan hanya cukup
berjalan kaki karena berada dalam satu lingkungan.[3]
Konteks isu dan permasalahan
Pembangunan
rumah dinas baru Bupati Kendal yang berada di Jl Kyai Tulus Kelurahan
Jetis Kecamatan Kota Kendal yang menelan biaya Rp 4,5 miliar ini dalam
perjalanannya mendapat tentangan. Pembangunan yang di dirikan diatas
lahan pertanian produktif ini dianggap mengurangi produksi beras
Kabupaten Kendal. Lahan seluas 4 hektar yang direncanakan akan digunakan
pembangunan rumah dinas bupati mampu menghasilkan 8 ton beras pertahun.
Hal ini pun juga disayangkan oleh Sekretaris Komisi B DPRD Kendal
Kartika Nursapto yang mengungkapkan, jika digunakan untuk rumah dinas
seluas dua hektar, tentunya produksi padi akan menurun hingga empat ton
per tahun. Padahal Kendal merupakan salah satu penyangga kabupaten beras
di Jateng.[4]
Kebijakan
Dengan
adanya tentangan bahwa pembangunan rumah dinas baru bupati ini
mengurangi produksi beras Kabupaten Kendal, pemerintah Kabupaten Kendal
beralasan bahwa pembangunan rumah dinas tersebut sudah mengacu pada RTRW
yang menyatakan bahwa daerah tersebut berada dalam peta kuning. Artinya
lahan tersebut bisa di alih fungsikan menjadi perumahan. Kabupaten
Kendal sendiri menurutnya hanya membutuhkan 22ribu hektar saja dari
26ribu hektar lahan pertanian untuk pemenuhan kebutuhan pangan, sehingga
masih ada 4ribu hektar yang bisa di alih fungsikan termasuk pembangunan
rumah dinas baru bupati ini.[5]
Selain
itu dengan pembangunan rumah dinas baru di daerah tersebut dapat
meningkatkan kepercayaan dan pembangunan di sekitarnya. Sebab perlu
diketahui bahwa lokasi pembangunan rumah dinas ini yakni wilayah jalan
tembus Kendal-Cepiring terkenal dengan daerah rawan tindak kriminal.
Diharapkan dengan pembangunan rumah dinas ini akan meningkatkan keamanan
sehingga orang-orang akan percaya dan mulai tinggal di daerah tersebut,
sehingga membuat harga tanah meningkat dan potensi ekonomi pun
meningkat.[6]
Namun
perlu di perhatikan disini, terlihat bahwa pemerintah Kabupaten Kendal
seakan menggampangkan alih fungsi lahan pertanian di Kendal. Dengan
alasan hanya membutuhkan 22ribu hektar untuk memenuhi ketahanan pangan
Kabupaten Kendal, alih fungsi lahan pertanian di legalkan. Sepertinya
pemerintah Kabupaten Kendal tidak memperhitungkan pertumbuhan ekonomi
dan penduduk di Kabupaten Kendal.
Sebagai
kabupaten satelit Kota Semarang yang sekarang posisinya makin strategis
akibat berkurangnya kemampuan Kota Semarang menampung industri dan
penduduk. Perpindahan penduduk dan industri dari Kota Semarang ke daerah
sekitar Kota Semarang termasuk Kabupaten Kendal beberapa tahun ini
meningkat, sehingga kebutuhan pangan masyarakat pun juga meningkat.
Jika
pemerintah Kendal menganggap hanya dengan 22ribu hektar mampu mengisi
semua perut penduduk Kendal, lalu bagaimana dengan potensi berkurangnya
produktifitas lahan pertanian di Kendal. Dengan potensi berkurangnya
produktifitas lahan pertanian maka perhitungan awal yang menyatakan
bahwa 22ribu hektar sudah cukup, kedepan mungkin Kabupaten Kendal akan
kekurangan pangan. Terlebih pengawasan alih fungsi lahan di Kendal juga
belum terpercaya, bisa saja alih fungsi 4ribu lahan yang direncanakan
menjadi terlewati dan mengancam ketahanan pangan Kabupaten Kendal
sendiri.
Kesimpulan & saran
Dengan
kebutuhan lahan pemerintah daerah yang meningkat di era otonomi daerah
sekarang ini termasuk di Kabupaten Kendal, maka perlu disikapi dan
direncanakan dengan baik. Pembangunan rumah dinas baru bupati Kendal
sebagai contoh, mendapat tentangan karena memakai lahan pertanian
produktif. Tentangan ini terjadi karena kurangnya sosialisasi pemerintah
Kabupaten Kendal tentang RTRW Kabupaten Kendal, termasuk di dalamnya
apa itu peta kuning, daerah mana saja yang tercakup, serta mengapa
daerah tersebut masuk dalam peta kuning.
Masyarakat
umum tidak mengetahui apa itu peta kuning, yang masyarakat tahu adalah
bahwa lahan tersebut merupakan lahan pertanian produktif. Jika lahan
pertanian produktif dialih fungsikan maka akan mendapat tentangan dari
masyarakat. Yang perlu di lakukan pemerintah Kendal adalah menjelaskan
mengapa lahan pertanian produktif termasuk daerah kuning, bagaimana
kriteria daerah yang masuk peta kuning. Sehingga dengan penjelasan dan
alasan yang kuat diharapkan masyarakat mampu mengerti dan memahaminya.
Yang
terjadi saat ini adalah, benarkah kajian RTRW Kabupaten Kendal
tersebut? Atau sebenarnya RTRW Kabupaten Kendal dihasilkan atas
kepentingan-kepentingan pihak yang tidak bertanggung jawab. Maka dari
itu sangat diperlukan pemahaman masyarakat tentang bagaimana RTRW di
Kendal dilaksanakan dan direncanakan.
[1] dr. Hj. Widya Kandi Susanti, MM, CD dalam Suaramerdeka.com 18 Desember 2012 “Bupati: Tidak Jadi BANGUN Rumdin Tidak Masalah”
[2] dr. Hj. Widya Kandi Susanti, MM, CD dalam suaramerdeka.com 28 Oktober 2012 “Rumah dinas bupati dibangun diatas lahan pertanian”
[3] dr. Hj. Widya Kandi Susanti, MM, CD dalam harianSemarang.com 31 Oktober 2012 “Pembangunan Rumdin Dinilai Tak Efektif”
[4] Kartika Nursapto dalam suaramerdeka.com 28 Oktober 2012 “Rumah Dinas Bupati Dibangun Diatas Lahan Pertanian”
[5] dr. Hj. Widya Kandi Susanti, MM, CD dalam Suaramerdeka.com 28 Oktober 2012 “Rumah Dinas Bupati Dibangun Diatas Lahan Pertanian”
[6] dr. Hj. Widya Kandi Susanti, MM, CD dalam Suaramerdeka.com 18 Desember 2012 “Bupati: Tidak Jadi Bangun Rumdin Tidak Masalah”
Tidak ada komentar
Posting Komentar