![]() |
lokasi lahan yang disediakan pemerintah Desa Boja |
Akan tetapi akhir-akhir ini muncul isu mengenai perubahan cuaca yang terbilang ekstrim atau sering dinamakan global warming. Hal tersebut disebabkan antara lain oleh efek rumah kaca, umpan balik dan lain sebagainya. Salah satunya adalah mulai berkurangnya tumbuhan hijau di bumi ini yang menyebabkan makin panasnya bumi ini.
Data
dari Kementerian Kehutanan di 2011 menyatakan bahwa 30% dari hutan di
Indonesia atau seluas 65 juta hektar sudah rusak. Dampak dari kerusakan
hutan sangat mempengaruhi keadaan lingkungan hidup. Banjir, tanah
longsor,
atau keluhan akan suhu udara yang semakin panas di kota-kota besar.
Melihat hal tersebut ternyata memberikan motivasi bagi Bupati Kendal,
dr. Hj. Widya Kandi Susanti, MM, CD. untuk mencetuskan Peraturan Daerah
Nomor 3 Tahun 2012 tentang Penanaman Pohon bagi Calon Pengantin dan Ibu
Melahirkan, yang kemudian lebih dikenal
dengan Perda Sak Uwong Sak Uwit (SUSU). Dari kebijakan perda tersebut,
Bupati Kendal, Dr. Hj. Widya Kandi Susanti, dianugerahi sebuah
Penghargaan Gold Awards dari ENO (Environment Online) untuk kategori the pioneer of tree planting regulation.
Bupati
Kendal berpendapat bahwa dengan Kebijakan Perda SUSU tersebut dapat
memberikan suasana penghijauan dan kesejukan serta dapat meminimalisir
cuaca yang sangat panas. Selain mengurangi pemanasan global, gerakan
tanam pohon yang didasari Perda tersebut juga akan memunculkan gerakan
perduli lingkungan hidup dan akan memunculkan sumber air baru. Selain
itu juga perlu dijaga keberadaan hutan yang dapat menopang lingkungan
agar tetap dapat memberikan dukungan terhadap kehidupan terutama pada
anak cucu kelak.
Otonomi Daerah Tidak Selalu Berdampak Negatif
Penerapan Perda Sak Uwong Sak Uwit (SUSU) di Kabupaten Kendal (Studi Kasus Desa Boja)
Otonomi Daerah Tidak Selalu Berdampak Negatif
Otonomi
daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Diawali dengan UU Nomor 22 Tahun 1992 yang direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Perubahan
dari sentralisasi menjadi desentralisasi diharapkan menjadi momentum
yang dapat menumbuh kembangkan proses reformasi pada tingkat lokal dan
memberikan ruang gerak pada bidang politik dan pemanfaatan sumber daya
daerah untuk kepentingan masyarakat lokal, sehingga tercipta corak
pembangunan baru di daerah terutama dalam Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (PPLH). Secara prinsip kebijakan desentralisasi
ditujukan untuk memperkuat kapasitas pemerintah dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan publik dan memperkuat
demokrasi ditingkat lokal.
Desentralisasi
PPLH diharapkan dapat meningkatkan kualitas lingkungan dengan
memberikan pelayanan prima bagi masyarakat, kemudahan dalam mengakses
informasi, peningkatan peran serta masyarakat serta penegakan hukum
lingkungan.
Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumber daya alam
yang berupa : tanah, air dan udara serta sumber daya alam lainnya yang
termasuk ke dalam sumber daya alam dapat diperbaharui maupun yang tidak
dapat diperbaharui. Namun harus disadari bahwa sumber daya alam yang
kita perlukan mempunyai keterbatasan ketersediaan menurut kuantitas dan
kualitasnya.
Sumber daya alam tertentu juga mempunyai keterbatasan menurut ruang dan waktu. Oleh sebab itu, untuk
mencapai hal tersebut tentunya pemerintah daerah harus mempunyai
kapasitas yang memadai dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, baik dalam perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan dan penegakan hukum.
Peranan
pemerintah, masyarakat dan swasta dalam hal ini menjadi bagian
terpenting yang tidak terpisahkan dalam upaya mengelola lingkungan
hidup. Pengelolaan lingkungan secara terpadu disinyallir terbukti
memberikan peluang pengelolaan yang cukup efektif dalam rangka
menyeimbangkan antara pelestarian lingkungan dan pemanfaatan ekonomi.
Salah satu bentuk pengelolaan yang cukup berpeluang memberikan jaminan
efektifitas dalam pengimplementasiannya adalah pengelolaan berbasis
masyarakat. Sejak diberlakukannya otonomi daerah ini sudah mulai banyak
daerah yang membuat peraturan daerah untuk perlindungan dan pengelolaan
di daerahnya, contohnya seperti di kabupaten Kendal yang sudah mulai
gencar-gencarnya melakukan pelestarian lingkungan sejak diberlakukan
peraturan daerah nomer 11 tahun 2012 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Kendal.
Identifikasi
potensi wilayah merupakan aktivitas mengenal, memahami dan merinci
secara keseluruhan potensi (SDA & SDM) yang dimiliki wilayah baik
yang telah dimobilisir maupun yang belum dimobilisir yang dapat
mendukung upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk di wilayah yang
bersangkutan dan atau wilayah lain. Bagaimana suatu daerah melakukan
penggalian atas sumber-sumber daya yang dimilikinya, sehingga daerah
tersebut memiliki kemampuan untuk menjadi unggul. Potensi-potensi yang
ada di Kabupaten Kendal pada dasarnya masih dikelola secara tidak
teratur.
Pada
kenyataanya terungkap bahwa dalam mengelola potensi masyarakat belum
berpikir bisnis atau komersial, tetapi lebih menekankan pada kecukupan
pemenuhan kebutuhan keluarga. Teknologi yang digunakan adalah teknologi
sederhana. Kondisi demikian dapat dikaitkan dengan tingkat pendidikan
masyarakat yang relatif rendah serta kecenderungan sifat penduduk desa
yang menerima kondisi apa adanya. Dengan melihat potensi pertanian
tanaman pangan dan populasi ternak besar yang berada diwilayah kecamatan
Boja dapat dilihat bahwa pertanian tanaman pangan padi sawah dapat
dikembangkan menjadi tanaman padi sawah organik.
Selain
itu, perlu dikembangkankan berbagai macam produk yang berbasis
sumberdaya yang ada sebagai produk yang mendukung pengembangan
pariwisata. Dalam berbagai ekosistem tersebut terkandung potensi
sumberdaya alam yang memerlukan pengelolaan dalam pemanfaatannya.
Pengelolaan dimaksudkan agar sumberdaya yang ada dapat terus
dimanfaatkan secara berkelanjutan dengan cara mempertahankan eksistensi
sumberdaya yang ada.
Kabupaten
Kendal ternyata sangat peduli dengan pelestarian lingkungan. Kabupaten
Kendal memiliki Peraturan Daerah ( Perda ) No 3 Tahun 2012 tentang
penanaman pohon untuk pasangan yang akan menikah dan Ibu yang akan
melahirkan di Kabupaten Kendal ( Sak Uwong Sak Uwit / SUSU ),
penanggulangan dan pencegahan bencana sejak dini dapat dilakukan dengan
penerapan perda tersebut di masyarakat.
Dalam
Peraturan Daerah ( Perda ) No 3 Tahun Pasal 4 ayat 1 yang berbunyi
”Sebelum melakukan pernikahan, setiap Catin (calon pengantin) di daerah
wajib menanam dua pohon”. Selain itu Pasal 4 ayat 3 dan ayat 4 yang
mewajibkan menanam pohon ini juga diwajibkan bagi seorang ibu yang baru
melahirkan. Dalam Pasal 4 ayat 3 yang berbunyi ”Ibu yang melahirkan anak
ke 1 dan anak kedua wajib menanam satu buah pohon setiap kelahiran”.
Dalam Pasal 4 ayat 4 yang berbunyi ”Ibu yang melahirkan anak ke 3 dan
seterusnya wajib menanam 5 buah pohon setiap kelahiran”.
Penanaman
pohon yang dilakukan pasangan yang akan menikah lambat laun akan
memperbanyak jumlah pohon yang ada, dibuatnya Ruang Terbuka Hijau ( RTH )
di tiap-tiap desa / kelurahan. Dengan Perda SUSU, Kabupaten Kendal akan
ijo royo-royo dan tidak lagi panas seperti sekarang ini. Selain
mengurangi pemanasan global, gerakan tanam pohon yang didasari Perda
tersebut juga akan memunculkan gerakan peduli Lingkungan Hidup ( LH )
dan akan memunculkan sumber air baru.
Selain
itu juga perlu dijaga keberadaan hutan yang dapat menopang lingkungan
agar tetap dapat memberikan dukungan terhadap kehidupan terutama pada
anak cucu kelak. Rusaknya hutan, adanya lahan kritis yang tidak ditanami
dan hutan yang terbakar akan memudahkan terjadinya longsor dan banjir
karena tidak adanya pohon ( akar pohon ) yang menahan dan menyerap
lajunya air hujan. Menurut bupati, air hujan sangat penting sebagi
sumber air selain air yang berasal dari tanah.
Menanam
pohon adalah salah satu upaya manusia untuk menyelamatkan kehidupan
manusia itu sendiri. Tanpa pohon manusia akan mengalami kesulitan dalam
menjalani kehidupannya sehari-hari. Kegunaan pohon sangat banyak untuk
menjaga kelangsungan hidup manusia. Kegunaan pohon antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Pohon adalah sumber bahan makanan bagi manusia.
Berbagai jenis pohon seperti pohon buah, pohon kelapa dan lainnya adalah makanan yang sehari-hari dikonsumsi oleh manusia .
2. Pohon adalah penyaring udara kotor.
Udara
kotor yang berasal dari asap kendaraan bermotor,mesin pabrik,api dan
lain sebagainya disaring oleh pohon sehingga dapat membersihkan udara.
Udara yang bersih adalah salah satu kebutuhan utama bagi manusia.
3. Pohon bisa menjadi penjaga bagi air tanah.
Sehingga
air tersebut bisa tersimpan di dalam tanah dan tidak terbuang percuma
ke laut. Air adalah sumber utama kehidupan manusia, tanpa adanya air
manusia tidak akan bisa hidup.
4. Pohon adalah penjaga agar bencana banjir tidak terjadi.
Jika
hutan kota diperbanyak, air bisa diserap ke dalam tanah. Jika terjadi
hujan lebat, akar pohon akan menjaga agar air tetap tersimpan di dalam
tanah.
Karena
melihat pentingnya pohon bagi kehidupan manusia marilah kita ikut serta
untuk bisa menabung pohon. Jadikan Kabupaten Kendal sebagai contoh yang
positif sebagai pedoman kita untuk mencintai lingkungan kita sendiri.
Penerapan Perda Sak Uwong Sak Uwit (SUSU) di Kabupaten Kendal (Studi Kasus Desa Boja)
Peraturan
Daerah Kabupaten Kendal Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Penanaman Pohon bagi
Calon Pengantin dan Ibu Melahirkan atau yang sering dikenal dengan
Perda Sak Uwong Sak Uwit (SUSU) merupakan sebuah gagasan yang sangat
bagus yang bertujuan untuk mengurangi dampak pemanasan global (global warming) dan penghijauan di daerah serta memberdayakan masyarakat desa di Kabupaten Kendal.
Di
dalam perda tersebut disebutkan bahwa setiap calon pengantin dan ibu
melahirkan diwajibkan menanam pohon buah kecuali bagi warga yang tidak
mampu. Dengan adanya perda tersebut diharapkan dapat mewujudkan
Kabupaten Kendal yang hijau. Sebelum melakukan ijab qabul, calon
pengantin wajib menanam dua pohon. Seandainya belum, akan terkena sanksi
dari kepala desa, yaitu pasangan pengantin dan panitera harus menanam
masing-masing 10
pohon. Pohon yang wajib di tanam disini adalah jenis pohon buah
berbatang keras, seperti mangga, rambutan, durian, dan sejenisnya.
Namun,
komitmen Bupati yang kuat dalam pelestarian lingkungan dan telah
tertuang dalam bentuk perda tersebut ternyata belum berjalan efektif.
Hal ini seperti yang terjadi di Desa Boja Kecamatan Boja, di mana perda
tersebut belum terlaksana dengan baik. Padahal Pemerintah Desa, sebagai
badan pemerintah yang ditunjuk untuk melaksanakan program ini, telah
mendapatkan instruksi dari Bupati untuk melaksanakan perda tersebut.
Sejak
peraturan tersebut mulai diberlakukan di Desa Boja, sampai saat ini
hanya satu pasang calon pengantin yang telah melaksanakan penanaman
tersebut, bahkan untuk ibu melahirkan belum ada yang melakukan penanaman
pohon sama sekali. Padahal sosialisasi telah dilakukan oleh pemerintah
Desa Boja kepada masyarakat, tetapi masyarakat sepertinya kurang
merespon untuk menjalankan program perda susu ini. Peraturan tersebut
dinilai telalu berbelit-belit karena calon pengantin maupun ibu
melahirkan yang telah menanam pohon harus mengajukan Sertifikat Tanam
Pohon (STP) sebagai bukti penanaman kepada Bupati melalui Kepala SKPD
yang membidangi pemberdayaan masyarakat desa, dan Camat. Selain itu,
apabila pohon yang ditanam mati sebelum berumur 4 bulan, maka calon
pengantin maupun ibu melahirkan wajib mengganti dengan yang pohon baru.
Hal itulah yang membuat masyarakat merasa malas untuk melaksanakan peraturan tersebut.
Meskipun
telah ada sosialisasi kepada masyarakat melalui perangkat desa, dan
bahkan perangkat desa telah mengajak kerjasama karang taruna dalam
penyediaan bibit pohon, meskipun tidak mendapat respon, namun ternyata
Kepala Desa Boja sampai saat ini belum mengeluarkan surat perintah
kepada perangkat desa mengenai peraturan tersebut, sehingga perangkat
desa tidak berani mengambil langkah lebih jauh untuk terus menerus
‘mengejar’ masyarakat akan pelaksanaan perda tersebut. Bahkan kantor KUA
sebagai lembaga yang membidangi masalah pernikahan, tidak mengetahui
peraturan tersebut. Padahal penghulu tidak boleh mengijab qabulkan calon
pengantin yang belum melakukan penanaman pohon atau pasangan pengantin
dan panitera akan dikenai sanksi yaitu harus menanam masing-masing 10
pohon.
Pemerintah
Desa Boja sendiri juga sudah menyediakan lahan sebagaimana yang di
perintahkan oleh perda ini, jika terdapat masyarakat yang tidak
mempunyai lahan maka akan ditanam di tanah desa dengan format pembagian
bagi hasil buah dari pohon yang ditanam. Pemerintah Desa Boja
menyediakan lahan tersebut di areal pemakaman sedapu di Desa Boja, lahan
ini diperuntukkan bagi warga Desa Boja yang dusunnya tidak memiliki
tanah sendiri. Sementara untuk dusun yang memiliki tanah sendiri maka
akan ditanam di tanah dusun, salah satu dusun di Desa Boja yang juga
menyediakan tanah ini adalah Dusun Pilang. Lahan yang disediakan oleh
Dusun Pilang juga terletak di areal pemakaman setempat.
Di
dalam perda tersebut dijelaskan bahwa Kepala Desa maupun perangkat desa
tidak boleh mengeluarkan surat pengantar nikah bagi calon pengantin
yang belum memiliki STP, yang berarti calon pengantin tersebut belum
melakukan penanaman pohon, karena Kepala Desa maupun Perangkat Desa akan
dikenai sanksi berupa denda sebesar Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu
rupiah). Tetapi kenyataannya tidak
ada sanksi yang diberikan baik kepada calon pengantin, Kepala Desa,
maupun perangkat desa sehingga hal ini juga menjadi salah satu penyebab
perda tersebut tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya di Desa Boja.
Tidak ada komentar
Posting Komentar