Semua pasti masih ingat tanggal 1 Mei 2016 yang lalu bangsa Indonesia mendapat kabar bahagia bahwa 10 orang WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf telah dibebaskan. Mereka dibebaskan dengan cara diturunkan di depan rumah Gubernur Sulu Toto Tan dalam keadaan sehat dan selamat. Baca juga: Presiden Jokowi soal Pembebasan 10 Sandera Abu Sayyaf
Sebelumnya upaya pembebasan 10
sandera memakan waktu yang cukup lama dan negosiasi yang alot sehingga membuat
kelompok Abu Sayyaf memundurkan jadwal penyerahan uang tebusan. Kelompok Abu
Sayyaf meminta tebusan 1 juta USD atau setara dengan 50 Juta Peso untuk 10 WNI,
tebusan ini jauh lebih kecil dari tebusan yang diminta kepada Warga Negara
Kanada sebesar 2 Miliar Peso. Namun akhirnya uang tebusan yang diminta tidak
pernah diberikan karena tim diplomasi Indonesia berhasil melakukan tugasnya
dengan baik. Hal ini berkat negosiasi dan diplomasi yang dilakukan oleh tim
dari berbagai elemen, baik secara formal maupun informal, mulai dari unsur
pemerintah seperti Kemenlu, TNI, BIN, KBRI, dan unsur masyarakat sipil melalui
tim dari Yayasan Sukma Surya Paloh. Baca
juga: Tidak Ada Uang Tebusan! Murni Negosiasi
Pembebasan 10 WNI tanpa pembayaran
uang tebusan ini sempat diragukan oleh media dan angkatan bersenjata Filipina.
Mereka bersikeras bahwa kelompok Abu Sayyaf tidak mungkin mau melepaskan 10
sandera tanpa menerima uang tebusan. Secara tidak langsung media dan beberapa
pejabat Filipina juga ingin mengatakan bahwa Indonesia tidak mungkin bisa
membebaskan 10 sandera tanpa membayar uang tebusan, yang artinya Indonesia ikut
membantu pembiayaan kelompok Abu Sayyaf yang menjadi buronan Pemerintah
Filipina. Baca juga: Media Filipina: AdaUang Tebusan di Balik Pembebasan WNI
Nyatanya, berbagai pengakuan dari
tim diplomasi Indonesia menyatakan bahwa uang tebusan itu memang tidak
dibayarkan. Bahkan pihak perusahaan yang menjadi korban juga sudah membantah
bahwa uang tebusan itu tidak dibayarkan. Tentu kita tidak tahu apa saja negosiasi
dan diplomasi yang dilakukan oleh tim karena termasuk rahasia negara dan
operasi intelijen. Tapi yang ingin saya garis bawahi adalah upaya Indonesia membebaskan
Warga Negaranya merupakan sebuah prestasi yang patut dibanggakan di apresiasi. Baca juga: PT Brahma: Kami Tak Bayar UangTebusan
Kesuksesan Dalam dan Luar Negeri
Keberhasilan negosiasi pembebasan
sandera ini menambah daftar panjang kesuksesan negosiasi Indonesia dalam
menghadapi perompak dan ‘menjinakkan’ kelompok-kelompok yang sedang berkonflik.
Misalnya, kasus perompakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang sempat mengalami
masa-masa Darurat Operasi Militer (DOM) dapat ditangani dengan baik setelah
Aceh dilanda Bencana Tsunami 2004 silam. Kemudian gerakan Organisasi Papua
Merdeka (OPM) dan kelompok-kelompok sipil bersenjata di Papua dapat diluluhkan
hatinya dengan diplomasi kemanusiaan dengan menjamin keamanan, dan
kesejahteraan mantan anggota OPM yang turun gunung. Serta kasus terakhir di
Aceh terkait mantan anggota Din Minimi juga dapat diluluhkan hatinya setelah dilakukan
negosiasi yang sebenarnya permintaan mereka adalah memang tugas dari negara
untuk menanganinya.
Tak hanya di dalam negeri, Indonesia
juga memerankan banyak peran penting dalam upaya perdamaian sebuah konflik
antar negara maupun konflik Internasional yang lainnya. Sejak tahun 80-90an
Indonesia banyak membantu Filipina mencapai kesepakatan dengan kelompok
pemberontak di negerinya. Kemudian konflik antar negara lainnya juga Indonesia
kerap diminta untuk menjadi penengah atau terlibat dalam upaya perdamaian yang
dilakukan. Selain itu keikutsertaan Indonesia dalam Pasukan Perdamaian PBB juga
merupakan bukti bahwa Indonesia diakui dunia Internasional akan perannya dalam
upaya perdamaian dunia. Tak jarang, jika kita membaca dan melihat aksi pasukan
perdamaian kita di dunia Internasional, mereka mampu menjadi dekat dan mencuri
hati penduduk lokal. Sehingga kehadiran pasukan perdamaian Indonesia selalu
dinantikan kehadirannya.
(End/Page 1/2)
Tidak ada komentar
Posting Komentar