Tata pemerintahan yang baik atau yang lebih populer dengan istilah
good governance adalah sebuah konsep bagaimana pemerintahan dikelola dengan
melibatkan negara, masyarakat, dan swasta. Dalam good governance, pemerintah
tidak lagi menjadi institusi ‘super power’ yang dapat mengatur segala kegiatan
negara, masyarakat, dan swasta.
Pengertian governance sangat banyak sekali tergantung bagaimana
istilah ini digunakan dalam konteks dan sudut pandang seperti apa. Namun
rumusan umum yang biasa dipakai adalah definisi dari UNDP yang menyatakan bahwa,
“governance can be seen as the exercise
of economic, political and administrative authority to manage a country’s
affairs at all levels,”[1]
atau definisi Bank Dunia yang merumuskan governance sebagai “the
manner in which power is exercised in the management of a country's economic
and social resources for developnmet.”[2] Konsep ini secara operasional pernah juga
disejajarkan dengan beberapa istilah lain, seperti policy networks (Rhoads),
public management (Hoods), coordination of sectors of the economy (Campbell),
public-private partnership (Pierre), dan corporate governance (Williamson).[3]
Bank Dunia sendiri telah mengidentifikasi
tiga aspek tentang governance yaitu, bentuk rezim politik, proses yang
dijalankan oleh kekuasaan dalam mengatur sumber daya ekonomi dan sosial yang
ada untuk pembangunan, serta kemampuan pemerintah dalam mendesain,
memformulasikan, dan mengimplementasikan kebijakan dan menjalankan fungsinya.[4]
Sementara UNDP dalam laporannya yang
berjudul “Good Governance and Suistainibility Human Development” menyatakan bahwa governance memiliki tiga kaki, yaitu: ekonomi,
politik, dan administratif. Ekonomi, meliputi
proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi aktifitas ekonomi negara yang mempunyai
pengaruh besar terhadap equity, poverty and quality of life. Politik adalah proses pengambilan
keputusan untuk memformulasikan kebijakan. Kemudian administratif adalah sistem implementasi kebijakan. Berdasarkan
ketiga kaki itu, maka UNDP mendefinisikan good governance sebagai the processes and structures that guide
political and socio-economic relationships.[5]
Karena istilah “good” ini bisa sangat
subjektif, maka perlu penggunaan yang spesifik akan istilah ini. Good
governance sendiri mempunyai makna yang sesuai dengan istilah “good” ini,
karena good governance menurut PBB mendukung nilai-nilai persamaan,
partisipasi, pluralisme, transparansi, akuntabilitas, dan rule of law. Kemudian
juga efektif, efisien, responsif, dan keberlanjutan dalam waktu yang lama. Governance
harus berakar pada prinsip-prinsip ini untuk membangun masyarakat yang bebas
dari kemiskinan, perlindungan lingkungan, persamaan gender dan kelangsungan
hidup yang berkelanjutan.[6]
Governance sendiri dapat dikatakan baik (“good”)
jika ia dapat memperbanyak pilihan masyarakat dalam hidup. Kebebasan dari
kemiskinan, deprivation, ketakutan dan kekerasan, keberlanjutan lingkungan
serta kemajuan perempuan.[7]
Dalam
prakteknya, pelaksanaan good governance ini memang layak menggunakan istilah “good”,
karena good governance dalam prakteknya mendukung penegakan peraturan,
toleransi terhadap minoritas, proses politik yang transparan dan mencerminkan
penghormatan atas hak asasi manusia. Penjelasan lebih lanjut tentang praktek good
governance ini diungkapkan oleh mantan Sekretaris Jenderal PBB, Kofi Annan,
yang menjelaskan bahwa,
"In
practice good governance involves promoting the rule of law, tolerance of
minority and opposition groups, transparent political processes, an independent
judiciary, an impartial police force, a military that is strictly subject to
civilian control. A free press and vibrant civil society institutions, as well
as meaningful elections. Above all, good governance means respect for human
rights."[8]
Arti “good” dalam good governance juga
mengandung dua pengertian. Pertama, nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau
kehendak rakyat, dan nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam
pencapaian tujuan (nasional), kemandirian, pembangunan berkelanjutan, dan
keadilan sosial. Kedua, aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan
efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan
pengertian “good” ini, good governance berorientasi pada: [9]
- Orientasi ideal, negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional. Orientasi ini bertitik tolak pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen konstituennya seperti: legitimacy, accountability, securing of human rights, autonomy and devolution of power, dan assurance of civilian control.
- Pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Orientasi kedua ini tergantung pada sejauhmana pemerintah mempunyai kompetensi, dan sejauhmana struktur serta mekanisme politik serta administratif berfungsi secara efektif dan efisien.
Berdasarkan
definisi-definisi good governance tersebut, maka UNDP menawarkan karakteristik good
governance yang saling berkait satu sama lain, yaitu: [10]
- Participation. Semua laki-laki dan perempuan harus mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik itu secara langsung maupun melalui lembaga yang memiliki legitimasi dalam merepresentasikan kepentingan mereka. Partisipasi seperti ini dibangun atas kebebasan berbicara dan berkumpul, serta partisipasi secara konstruktif.
- Rule of law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa perbedaan, khususnya peraturan tentang hak asasi manusia.
- Transparency. Transparansi dibangun atas kebebasan arus informasi. Proses, institusi dan informasi yang dapat diakses secara langsung kepada hal yang berhubungan dengan mereka, dan informasi yang disediakan cukup untuk memahami dan memonitor mereka.
- Responsiveness. Institusi dan prosesnya berusaha untuk melayani semua stakeholdernya.
- Consensus orientation. Good governance memediasi perbedaan kepentingan untuk mencapai konsensus pada kepentingan yang terbaik bagi kelompok, baik dalam hal kebijakan dan prosedurnya.
- Equity. Semua pria dan wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk meningkatkan atau memperbaiki kesejahteraan mereka.
- Effectiveness and efficiency. Proses dan institusi menghasilkan apa yang mereka ingin dengan menggunakan sumber daya sebaik-baiknya.
- Accountability. Pengambil keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat dapat dipertanggung jawabkan pada publik dan lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini dibedakan bergantung pada organisasi dan sifat pengambilan keputusan dalam organisasi baik secara internal atau eksternal.
- Strategic vision. Para pemimpin dan publik harus mempunyai pandangan jangka panjang tentang good governance dan pembangunan manusia, diikuti dengan perkiraan apa-apa saja yang dibutuhkan dalam pembangunan seperti ini. Mereka juga harus memahami tentang sejarah, budaya dan kompleksitas sosial yang ada.
Dari
karakteristik tersebut, good governance tidak bisa diwujudkan jika
penyelenggara good governance tidak memiliki kewenangan dan tanggung jawab
untuk membuat keputusan sendiri dalam rangka mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat sendiri, menurut parakarsa sendiri yang sesuai dengan kondisi dan
karakteristik yang dimilikinya.[11]
[1]
UNDP, “Good Governance and Suistanibility Human Development”, hlm. 2-3, diakses
dari http://mirror.undp.org/magnet/Docs/!UN98-21.PDF/!RECONCE.PTU/!front.pdf,
pada tanggal 4 April 2014 pukul 19.58 WIB.
[2]
World Bank, “Development in Practice Governance The World Bank's Experience”, hlm.
VII, diakses dari http://www- wds.worldbank.org/
servlet/WDSContentServer/WDSP/IB/1994/05/01/
000009265_3970716142854/Rendered/PDF/multi0page.pdf, pada tanggal 4
April 2014 pukul 19.59 WIB.
[3]
Syakrani. Syahriani. 2009. Implementasi
Otonomi Daerah dalam Perspektif Good Governance. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Hlm. 122.
[4]
World Bank, “Development in Practice Governance The World Bank's Experience”, loc. Cit., hlm. XIV.
[5]
UNDP, “Good Governance and Suistanibility Human Development”, loc. Cit., hlm. 3.
[6]
United Nations, Preventing War and Disaster: 1999 Annual Report on the Work
of the Organization hlm. 2,
diakses dari http://www.un.org/cyberschoolbus/briefing/governance
/governance.pdf
[7]
Ibid.
[8]
Ibid., hlm. 1.
[9]
Sedarmayanti, “Good Governance, “Kepemerintahan yang Baik” Bagian Pertama Edisi
Revisi”, hlm. 6, Mandar Maju, 2012, Bandung.
[10]
UNDP, “Good Governance and Suistainibility Human Development”, loc. Cit., hlm. 4-5.
[11]
I Nyoman Sumaryadi. 2010. Sosiologi
Pemerintahan, dari Perspektif Pelayanan, Pemberdayaan, Interaksi, dan Sistem
Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia. Bogor: Ghalia Indah. Hlm. 33-34.
Tidak ada komentar
Posting Komentar